Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.
Sebagaimana dijelaskan dalam pasal 1 angka 9 UU No.
19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa sebagaimana telah
diubah dengan UU No. 19 Tahun 2000, Penagihan
Pajak adalah serangkaian tindakan agar Penanggung Pajak melunasi utang pajak
dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan
penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan Surat Paksa, mengusulkan
pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, menjual barang yang
telah disita.
Adapun dasar penagihan pajak sebagaimana dijelaskan
dalam UU KUP pasal 20 ayat (1) yaitu :
·STP
·SKPKB
·SKPKBT
·SK Pembetulan
·SK Keberatan
·Putusan Banding
·Putusan PK
Yang
menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah. Utang pajak harus
dilunasi dalam jangka waktu 1 bulan setelah diterbitkannya produk hukum diatas,
atau 2 bulan untuk WP usaha kecil dan WP didaerah tertentu. Apabila setelah
jatuh tempo, utang pajak tidak juga dilunasi, maka dapat dilakukan penagihan
aktif atau penagihan pajak dengan surat paksa. Alur dan jangka waktu kegiatan
penagihan pajak dengan surat paksa dijelaskan dalam bagan berikut :
1.Surat Teguran
Sebagaimana dijelaskan
pada pasal 9 PMK Nomor 24/PMK.03/2008 dan juga pada pasal 48 PP Nomor 74 Tahun
2011 Surat teguran diterbitkan paling cepat 7 hari setelah jatuh tempo. Adapun
7 hari tersebut sebagaimana dijelaskan dalam tabel dibawah ini :
No.
Kondisi WP
Penerbitan Surat Teguran
1
Tidak
setuju sebagian atau seluruh jumlah pajak yang masih
harus dibayar dalam closing conference
dan WP tidak mengajukan keberatan
7 hari sejak saat jatuh tempo
pengajuan keberatan
2
Tidak
setuju sebagian atau seluruh jumlah pajak yang masih
harus dibayar dalam closing conference
dan WP tidak mengajukan permohonan
banding
7 hari sejak saat jatuh tempo
permohonan banding
3
Tidak
setuju sebagian atau seluruh jumlah pajak yang masih
harus dibayar dalam closing conference
dan WP mengajukan permohonan banding
7 hari sejak saat jatuh tempo
pelunasan pajak berdasarkan putusan banding
4
Setuju
seluruh jumlah pajak yang masih harus dibayar dalam closing conference
7 hari sejak saat jatuh tempo
pelunasan
5
WP mencabut pengajuan keberatan setelah tanggal jatuh tempo
pelunasan tapi sebelum tanggal diterimanya SPUH
7 hari setelah tanggal pencabutan
keberatan
2.Surat Paksa
Pada pasal 12 PMK Nomor
24/PMK.03/2008 disebutkan Surat Paksa diterbitkan minimal 21 hari sejak tanggal
surat teguran disampaikan.
Berdasarkan pasal 8 UU PPSP, Surat Paksa diterbitkan
apabila:
a.Penanggung
Pajak tidak melunasi utang pajak dan kepadanya telah diterbitkan Surat Teguran
atau Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis;
b.Terhadap
Penanggung Pajak telah dilaksanakan penagihan seketika dan sekaligus; atau
c.Penanggung
Pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum dalam keputusanpersetujuan angsuran atau penundaan
pembayaran pajak.
Dalam kasus sebagaimana huruf b dan c, surat paksa
dapat diterbitkan langsung tanpa surat teguran.
3.Penyitaan
Apabila utang pajak
masih belum dilunasi oleh Wajib Pajak atau Penaggung Pajak maka berdasarkan
pasal 24 PMK Nomor 24/PMK.03/2008 pejabat menerbitkan Surat Perintah melakukan
Penyitaan (SPMP) dan berdasarkan surat ini, jurusita pajak melakukan penyitaan
terhadap barang milik penanggung pajak.
4.Pengumuman Lelang
Berdasarkan pasal 26
PMK Nomor 24/PMK.03/2008 Apabila setelah lewat waktu 14 hari sejak tanggal
pelaksanaan penyitaan Penanggung Pajak tidak melunasi utang pajak dan biaya
Penagihan Pajak, Pejabat melakukan pengumuman lelang.
Pengumuman lelang untuk
barang bergerak dilakukan 1 kali dan untuk barang tidak bergerak dilakukan 2
kali.
5.Pelaksanaan Lelang
Berdasarkan pasal 28
PMK Nomor 24/PMK.03/2008 Apabila setelah lewat waktu 14 hari sejak Pengumuman
Lelang Penanggung Pajak tidak melunasi utang pajak dan biaya Penagihan Pajak,
Pejabat melakukan penjualan barang sitaan Penanggung Pajak melalui kantor
lelang negara.
6.Penagihan Seketika dan Sekaligus
Penagihan seketika dan
sekaligus dilakukan tanpa menunggu jatuh tempo pembayaran. apabila :
a.Penanggung
Pajak akan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya atau berniat untuk itu
b.Penanggung
Pajak memindahtangankan barang yang dimiliki atau yang dikuasai dalam rangka
menghentikan atau mengecilkan kegiatan perusahaan, atau pekerjaan yang dilakukannya
di Indonesia
c.terdapat
tanda-tanda bahwa Penanggung Pajak akan membubarkan badan usahanya, atau
menggabungkan usahanya, atau memekarkan usahanya, atau memindahtangankan
perusahaan yang dimiliki atau dikuasainya, atau melakukan perubahan bentuk
lainnya
d.badan
usaha akan dibubarkan oleh Negara; atau
e.terjadi
penyitaan atas barang Penanggung Pajak oleh pihak ketiga atau terdapat
tanda-tanda kepailitan.
7.Pencegahan dan Penyanderaan
Berdasarkan PP Nomor
137 Tahun 2000 Pencegahan Penyanderaan hanya dapat dilakukan terhadap
Penanggung Pajak yang tidak melunasi utang pajak setelah lewat jangka waktu 14
hari terhitung sejak tanggal Surat Paksa diberitahukan kepada Penanggung Pajak.
Penyanderaan hanya dapat dilakukan terhadap Penanggung Pajak yang :
a.mempunyai
utang pajak sekurang-kurangnya Rp 100.000.000
b.diragukan
itikad baiknya dalam melunasi Utang pajak.
8.Daluarsa Penagihan Pajak
Disebutkan pada pasal
22 UU KUP, kegiatan penagihan daluarsa setelah melampaui waktu 5 tahun sejak
penerbitan STP, SKPKB, SKPKBT, SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding dan
Putusan PK
Berdasarkan Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 19
Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (UU PPSP) sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000, Pejabat adalah pejabat yang berwenang mengangkat danmemberhentikan Jurusita Pajak, menerbitkan
Surat PerintahPenagihan Seketika dan
Sekaligus, Surat Paksa, Surat PerintahMelaksanakan
Penyitaan, Surat Pencabutan Sita, PengumumanLelang,
Surat Penentuan Harga Limit, Pembatalan Lelang, SuratPerintah Penyanderaan dan surat lain yang diperlukan untukpenagihan pajak sehubungan dengan Penanggung
Pajak tidak
melunasi sebagian atau seluruh
utang pajak menurut undangundang dan peraturan daerah.
UU PPSP ini tidak hanya mengatur tentang pajak
pusat, tetapi juga mengatur tentang pajak daerah.
a.Pejabat untuk Penagihan Pajak Pusat
Pada penjelasan pasal 2 ayat (1) UU PPSP dijelaskan
bahwa Menteri Keuangan berwenang untuk menunjuk pejabat untuk penagihan pajak
pusat. yang dimaksud dengan Pejabat
untuk penagihan pajak pusat antara lain Kepala Kantor Pelayanan Pajak atau
Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan. Mengingat pada awal tahun 2002
terjadi perubahan organisasi di Direktorat Jenderal Pajak maka hanya ada satu
kantor operasional Direktorat Jenderal Pajak yang melaksanakan penagihan pajak
yaitu Kantor Pelayanan Pajak. Dengan perubahan tersebut maka yang dimaksud
Pejabat untuk penagihan pajak pusat sebagaimana diamanatkan dalam UU PPSP
adalah Kepala Kantor Pelayanan Pajak.
Pejabat inilah selanjutnya yang mempunyai kewenangan untuk mengangkat dan
memberhentikan Jurusita pajak dan menugaskan Jurusita pajak untuk melaksanakan
tindakan penagihan pajak. Adapun yang
dimaksud dengan pajak pusat adalah pajak yang dipungut oleh Pemerintah Pusat,
antara lain, Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan
Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Bumi dan Bangunan, Bea Masuk dan
Cukai.
b.Pejabat untuk Penagihan Pajak
Daerah
Pasal 2 ayat (2) UU PPSP mengamanatkan Pejabat untuk
penagihan pajak daerah ditunjuk oleh Kepala Daerah. Yang dimaksud dengan
Pejabat untuk penagihan pajak daerah misalnya Kepala Dinas Pendapatan Daerah. Adapun yang imaksud dengan pajak
daerah adalah pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah, antara lain, Pajak
Hotel dan Restoran Pajak Penerangan Jalan, dan Pajak Kendaraan Bermotor.
2.Wewenang Pejabat
Sebagaimana diatur dalam pasal ayat (3) UU PPSP, wewenang pejabat adalah :
a.mengangkat
dan memberhentikan Jurusita Pajak
b.menerbitkan:
1.Surat Teguran, Surat Peringatan atau
surat lain yang sejenis;
2.Surat Perintah Penagihan Seketika dan
Sekaligus
3.Surat Paksa;
4.Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan;
5.Surat Perintah Penyanderaan;
6.Surat Pencabutan Sita;
7.Pengumuman Lelang;
8.Surat Penentuan Harga Limit;
9.Pembatalan Lelang; dan
10.Surat
lain yang diperlukan untuk pelaksanaan penagihan pajak
Yang dimaksud surat lain adalah surat yang
diperlukan untuk pelaksanaan penagihan pajak antara lain surat permintaan
tanggal dan jadwal waktu pelelangan ke kantor lelang, surat permintaan Surat
Keterangan Pendaftaran Tanah (SKPT) kepada Badan Pertanahan Nasional/Kantor
Pertanahan, surat permintaan bantuan kepada kepolisian atau surat permintaan
pencegahan.
B.Jurusita Pajak
1.Pengertian
Jurusita Pajak
Berdasarkan pasal 1
angka 6 UU PPSP Jurusita pajak adalah
Pelaksana tindakan Penagihan Pajak yang meliputi Penagihan Seketika dan
Sekaligus, pemberitahuan Surat Paksa, melaksanakan Penyitaan dan penyanderaan.
2.Tugas
dan Wewenang Juru Sita Pajak
Berdasarkan pasal 5
ayat (1) UU PPSP tugas
Jurusita Pajak yaitu :
Melaksanakan Surat Perintah
Penagihan Seketika dan Sekaligus;
Memberitahukan Surat Paksa;
Melaksanakan penyitaan
berdasarkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan; dan
Melaksanakan penyanderaan
(gijzeling) berdasarkan Surat Perintah Penyanderaan (gijzeling).
Dalam memberitahukan surat paksa, Jurusita Pajak
menyampaikan Surat Paksa secara resmi kepada Penanggung Pajak dengan pernyataan
dan penyerahan salinan surat paksa. Jurusita Pajak melaksanakan
penyanderaan berdasarkan Surat Perintah Penyanderaan dari Pejabat sesuai dengan
izin yang diberikan oleh Menteri atau Gubernur.
Selain itu, dalam
melaksanakan penyitaan Jurusita Pajak berwenang memasuki dan memeriksa semua
ruangan termasuk membuka lemari, laci, dan tempat lain untuk menemukan objek
sita di tempat usaha, di tempat kedudukan
atau tempat tinggal Penanggung Pajak dengan memperhatikan norma yang
berlaku dalam masyarakat, misalnya, dengan terlebih dahulu meminta izin dari Penanggung
Pajak. Kewenangan ini pada hakekatnya tidak sama dengan penggeledahan
sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana.
Jurusita Pajak dalam melaksanakan tugas dapat
meminta bantuan pihak lain, misalnya, dalam hal Penanggung Pajak tidak member izin
atau menghalangi pelaksanaan penyitaan, Jurusita Pajak dapat meminta bantuan
Kepolisian atau Kejaksaan. Demikian juga dalam hal penyitaan terhadap barang
tidak bergerak seperti tanah, Jurusita Pajak dapat meminta bantuan kepada Badan
Pertanahan Nasional atau Pemerintah Daerah untuk meneliti kelengkapan dokumen
berupa keterangan kepemilikan atau dokumen lainnya. Dalam hal penyitaan
terhadap kapal laut dengan isi kotor tertentu dapat meminta bantuan kepada
Direktorat Jenderal Perhubungan Laut.
Pada dasarnya Jurusita Pajak melaksanakan tugas di
wilayah kerja Pejabat yang mengangkatnya, namun apabila dalam suatu kota terdapat
beberapa wilayah kerja Pejabat, misalnya, di Jakarta, maka Menteri atau Kepala
Daerah berwenang menetapkan bahwa Jurusita Pajak dapat melaksanakan tugasnya di
luar wilayah kerja Pejabat yang mengangkatnya. Contoh: Dalam hal telah ada
keputusan Menteri, maka Jurusita Pajak dari Kantor Pelayanan Pajak Jakarta
Menteng dapat melaksanakan penyitaan barang Penanggung Pajak yang berada di wilayah
kerja Kantor Pelayanan Pajak Jakarta Pasar Minggu.
3.Kewajiban Jurusita Pajak
Sebelum
melakukan tugasnya, Jurusita Pajak mempunyai kewajiban antara lain :
Memperlihatkan kartu tanda
pengenal Jurusita Pajak;
Memperlihatkan Surat Perintah
Penagihan Seketika dan Sekaligus/Surat Paksa/SPMP/Surat Perintah
penyanderaan (gijzeling);
Memberitahukan maksud dan
tujuan menyampaikan Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus/Surat
Paksa/SPMP/Surat Perintah penyanderaan (gijzeling).
Kedudukan Jurusita Pajak dalam organisasi Direktorat
Jenderal Pajak adalah pada Seksi Penagihan. Jurusita pajak memberikan
pertanggungjawaban atas pekerjaan yang dilakukannya kepada atasan langsungnya
yaitu Kepala Seksi Penagihan. Penugasan kepada Jurusita Pajak diberikan oleh
Pejabat yaitu Kepala Kantor melalui Kepala Seksi Penagihan. Setiap pelaksanaan
penugasan dalam rangka penagihan pajak, setiap Jurusita pajak membuat laporan
pelaksanaan tugas dan mempertanggungjawabkan kepada Pejabat melalui atasan
langsungnya.
4.Pengangkatan Jurusita Pajak
Dalam Pasal 2 Keputusan Menteri Keuangan Nomor
562/KMK.04/2000 tanggal 26 Desember 2000 tentang Syarat-syarat, Tata Cara
Pengangkatan dan Pemberhentian Jurusita Pajak diatur mengenai persyaratan untuk
diangkat menjadi Jurusita Pajak adalah sebagai berikut:
a.berijazah
serendah-rendahnya Sekolah Menengah Umum atau yang setingkat
e.lulus
pendidikan dan latihan Jurusita Pajak; dan
f.jujur,
bertanggung jawab dan penuh pengabdian.
Dalam
Pasal 3 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 562/KMK.04/2000 dijelaskan Sebelum memangkujabatannya,
Jurusita Pajak diambil sumpah atau janji menurut agama ataukepercayaannya oleh Pejabat. Sumpah jabatan Jurusita
berbunyi sebagai berikut:
"Saya
bersumpah/berjanji dengan sungguh-sungguh bahwa saya, untuk memangkujabatan saya ini, langsung atau tidak langsung,
dengan menggunakan nama ataucara
apapun juga, tidak memberikan atau menjanjikan barang sesuatu kepada siapapun juga."
"Saya
bersumpah/berjanji bahwa saya, untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu
dalam jabatan saya ini, tiada sekali-kali akan menerima langsung atau tidak
langsung dari siapa pun juga sesuatu janji atau pemberian."
"Saya
bersumpah/berjanji bahwa saya akan setia kepada dan akan mempertahankan serta
mengamalkan Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara, Undang-Undang Dasar
1945, dan segala undang-undang serta peraturan lain yang berlaku bagi negara
Republik Indonesia.''
"Saya
bersumpah/berjanji bahwa saya senantiasa akan menjalankan jabatan saya in
dengan jujur, saksama dan dengan tidak membeda-bedakan orang dalam melaksanakan
kewajiban saya dan akan berlaku sebaik-baiknya dan seadil-adilnya seperti
layaknya bagi seorang Jurusita Pajak yang berbudi baik dan jujur, menegakkan
hukum dan keadilan."
34 | P a g Pengangkatan sumpah ini
dituangkan dalam berita acara dan menjadi dasaruntuk pengangkatan seseorang
menjadi Jurusita Pajak.
5.Fasilitas Jurusita Pajak
Fasilitas yang diberikan kepada Jurusita Pajak dalam
rangka melaksanakan tugasnya adalah seragam, kendaraan dan biaya sehubungan
dengan kegiatan penagihan.
Jurusita pajak mempunyai seragam khusus yang
membedakannya dari pegawai pajak yang lain, seragam ini wajib dikenakan ketika
sedang menjalankan tugas. Seragam jurusita pajak diatur dalam Surat Edaran
Direktur Jenderal Pajak Nomor : Se-03/PJ.04/2009 Tanggal 27 Mei 2009 Tentang Kebijakan Penagihan Pajak.
Seragam Jurusita pajak adalah seperti gambar dibawah ini
Keterangan
atribut :
Name Tag Nama Jurusita diletakkan di
atas kantong saku kemeja sebelah kanan.
Name Tag Jurusita diletakkan diatas
kantong saku kemeja sebelah kiri.
Logo Direktorat Jenderal Pajak
diletakkan di bahu sebelah kanan.
Nama Kantor diletakkan di bahu
sebelah kiri.
Ketentuan pemakaian pakaian dinas seragam :
Warna pakaian dinas seragam
Jurusita ditentukan sebagai berikut :
Tutup
Badan berupa kemeja berwarna abu-abu dan celana panjang atau rok berwarna
abu-abu tua dengan tutup kepala berwarna hitam. Untuk pegawai wanita yang
menggunakan jilbab menyesuaikan;
Ikat
pinggang dan kaos kaki berwarna hitam;
Sepatu
berwarna hitam.
Pegawai pria memakai ikat
pinggang, sepatu dan kaos kaki berwarna hitam.
Pegawai Wanita memakai ikat
pinggang dan sepatu berwarna hitam tanpa kaos kaki.
Jurusita Pajak juga diberikan hak untuk menggunakan
kendaraan untuk melaksanakan kegiatan penagihan. Kepala Kantor Wilayah DJP
memantau dan memastikan bahwa setiap KPP di wilayah kerjanya mempunyai paling
sedikit satu kendaraan operasional roda dua dan satu kendaraan operasional roda
empat atau moda transportasi lain sesuai dengan kebutuhan yang dapat digunakan
untuk pelaksanaan kegiatan penagihan.
Selain seragam dan kendaraan, Jurusita Pajak juga mendapat
alokasi dana sehubungan dengan kegiatan penagihan pajak, KPP mengalokasikan
biaya perjalanan dinas dalam rangka tindakan penagihan, dengan memperhatikan
ketentuan dalam Pasal 1 ayat (5) dan ayat (10) Peraturan Menteri Keuangan Nomor
45/PMK.05/2007tentang Perjalanan Dinas Jabatan
Dalam Negeri Bagi Pejabat Negara, Pegawai Negeri, dan Pegawai Tetap.
6.Pemberhentian Jurusita Pajak
Sesuai dengan Pasal 4 Keputusan Menteri Keuangan
Nomor 562/KMK.04/2000 Jurusita Pajak diberhentikan dari jabatannya dalam hal:
a.meninggal
dunia;
b.pensiun;
c.karena
alih tugas atau kepentingan dinas lainnya;
d.ternyata
lalai atau tidak cakap dalam menjalankan tugas;
e.melakukan
perbuatan tercela;
f.melanggar
sumpah atau janji Jurusita Pajak; atau
g.sakit
jasmani atau rohani terus menerus.
Daftar Pustaka
·Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
19 Tahun 2000 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 Tentang
Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa
·Keputusan Menteri Keuangan Nomor
562/KMK.04/2000 tanggal 26 Desember 2000 tentang Syarat-syarat, Tata Cara
Pengangkatan dan Pemberhentian Jurusita Pajak
·Surat
Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : Se-36/PJ/2011 Tentang Kebijakan
Penagihan Pajak
·Zuraida,Ida.2010.Bahan Ajar Penagihan dan Sengketa Pajak.Tangerang Selatan:STAN