BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Allah membekali para nabi dan rasul-Nya dengan mu’jizat yang berfungsi sebagai bukti dan penguat atas kebenaran petunjuk dan ajaran yang meraka bawa. Mu’jizat – mu’jizat yang menyertai para rasul sebelum Muhammad SAW biasanya bersifat temporer, artinya hanya ada saat nabi tersebut masih hidup. Berbeda dengan itu, Mu’jizat Rasulullah SAW yaitu Al Quran, justru bersifat kekal sampai akhir zaman dan juga sesuai dengan semua masa dan tempat.
Pada zaman nabi, bahkan tidak menutup kemungkinan pada zaman sekarang banyak kalangan yang tidak mempercayai bahwa Al Quran adalah benar-benar firman Allah SWT, bukan perkataan Nabi Muhammad SAW, kalangan tersebut antara lain dari golongan musyrikin, yahudi dan nasrani, mereka menganggap Al Quran hanyalah perkataan Muhammad SAW, dan menuduh bahwa Muhammad SAW adalah seorang penyihir dan penyair.
Padahal, mereka dan kita mengetahui bahwa Muhammad SAW adalah seorang ummiy, tidak bisa membaca dan menulis, di sisi lain kita mendapati banyak sekali keistimewaan dalam Al Quran, mulai dari strukturnya, tata bahasanya sampai isinya, semua menunjukkan bahwa Al Quran tidak mungkin dibuat oleh makhluk.
Al Quran mengandung mu’jizat dari segala sisi. Ia tidak saja menjadi mu’jizat dari segi bahasa dan ilmu pengetahuan, akan tetapi juga memberikan gambaran yang menguatkan bahwa ia berumber dari Allah SWT. Jadi tidak mungkin Al Quran yang penuh dengan keistimewaan dibuat oleh seorang Muhammad yang ummy.
Banyak ayat yang menerangkan bahwa Al Quran bukan perkataan Muhammad SAW, melainkan firman Allah SWT, yang maha kuasa lagi maha mengetahui. Diantaranya adalah Surat Al Qashah : 86 dan Al Ankabut : 48.
B. Tujuan
Tujuan dibuatnya makalah ini antara lain :
1. Memenuhi salah satu tugas tutorial PAI
2. Menambah wawasan tentang agama Islam khususnya tentang ullumul Quran
3. Menambah keyakinan kita bahwa Al Quran adalah benar-benar firman Allah SWT
BAB II
ISI
A. Kandungan Ayat
1. Surat Al Qashash : 86
وماكنت ترجوا أن يلقى اليك الكتاب الارحمة من ربك فلاتكونن ظهيرا للكافرين
Artinya : Dan kamu tidak pernah mengharap agar Al Quran diturunkan kepadamu, tetapi ia (diturunkan) karena suatu rahmat yang besar dari Tuhanmu, sebab itu janganlah sekali-kali kamu menjadi penolong bagi orang-orang kafir.
Ayat ini menyatakan : Dan engkau tidak pernah, yakni pada masa sebelum turunnya wahyu pertama, menduga dan berharap diturunkan kepadamu al-Kitab, yakni al-Quran, tetapi ternyata kitab suci itu telah dan sedang diturunkan kepadamu. Hal ini adalah untuk menganugerahkan suatu rahmat yang sangat besar dari Tuhan Pemelihara dan Pembimbing-mu, bagi dirimu dan seluruh makhluk dialam raya ini, maka karena itu janganlah sekali-kali engkau menjadi penolong bagi orang-orang kafir.
2. Surat Al Ankabut : 48
وماكنت تتلوا من قبله من كتاب ولاتخطه بيمينك اذالارتاب المبطلون
Artinya : Dan kamu tidak pernah membaca sebelumnya (Al Quran) sesuatu Kitabpun dan kamu tidak (pernah) menulis suatu Kitab dengan tangan kananmu; andaikata (kamu pernah membaca dan menulis), benar-benar ragulah orang yang mengingkari(mu).
Ayat ini menyatakan : Engkau, wahai Nabi Muhammad, telah menyampaikan al-Quran yang demikian kaya akan informasi serta berita gaib masa lalu, padahal engkau tidak pernah membaca sebelumnya, yakni sebelum al-Quran ini, satu kitab pun, apapun kitab itu, karena engkau seorang ummi yang tidak pandai membaca, dan tidak juga engkau menggariskan, yakni menulisnya dengan tangan kananmu. Jika demikian, yakni seandainya engkau bisa membaca dan menulis, pastilah ragu para pembuat kebatilan itu.
B. Asbabun Nuzul
Ibnu ‘Asyur menulis bahwa Surat Al Qashash ayat 86 berhubungan dengan ayat sebelumnya dari sisi janji yang dikandungnya berupa ganjaran yang besar atau kemenangan yang jelas.
Dalam riwayat Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari adl Dlahhak dikemukakan, ketika Nabi SAW hijrah dari mekah ke Madinah, sesampainya di Juhfah beliau sangat mengharapkan dapat kembali ke kota Mekah. Surat Al Qashash ayat 85 turun sebagai janji Allah kepada beliau untuk mengembalikannya kelak ke Mekah.
Ayat 86 bagaikan menyatakan bahwa kini engkau tidak menduga bahwa engkau dapat kembali ke tumpah darahmu membawa kemenangan, tidak ubahnya dengan keadaanmudahulu yang tidakpernah menduga akan mendapat wahyu yang membimbingmu beserta umat manusia menuju jalan kebahagiaan.
Ayat ini dinilai oleh sebagian ulama sebagai ayat makkiyah yang terakhir. Pendapat ini dapat dibenarkan jika kita membenarkan menyatakan bahwa ia turun di Jahfah dalam perjalanan Nabi SAW menuju madinah.
C. Telaah Tafsir
1. Surat Al Qashash : 86
Al-Biqai mendapatkan kesan dari penggunaan kata (الا) illa yang bisa berarti kecuali atau tetapi, dan bukan (لكن) lakin yang langsung berarti tetapi, bahwa itu untuk mengisyaratkan bahwa Nabi Muhammad SAW sebelum kenabian sudah mempunyai hubungan dengan Allah SWT walau beluum mendapat wahyu, dan dalam saat yang sama, terputus hubungan beliau dengan kepercayaan sesat masyarakat, yakni beliau tidak pernah menyembah berhala. Hubungan ini dipahami dari kata (الا) illa dalam kedudukannya bila digunakan sebagai (إستثنامتصل) istitsna muttasil, dan keterputusan hubungan dipahami juga dari kata (الا) illa tetapi yang berfungsi sebagai (منقطع) istitsna munqathi’.
Kata (ظهيرا) zhahiran pada mulanya terambil dari kata (ظهر) zhahr, yakni punggung manusia atau binatang. Dari kata itu lahir kata (ظاهرعليه) zhahara a’laihi yang berarti menolong siapa yang menentang untuk mengalahkan lawannya. Seakan-akan yang bersangkutan meletakkannya di punggung guna menopang dan mendukungnya. Dengan demikian, ayat ini mengilustrasikan dukungan dengan seseorang yang diangkat ke punggung dan mendukungnya.
2. Surat Al Ankabut : 48
Al-Biqai memahami dari penggunaan bentuk mudhari’/present tense pada kata (تتلوا) tatlu / membaca dan kata (تخطه) takhuththuhu / menggariskan dalam makna kesinambungan. Maksudnya Nabi Muhammad tidak tekun dan secara terus menerus membaca, tidak juga terbiasa menulis. Dari sini, al-Biqai melanjutkan bahwa seandainya Nabi Muhammad SAW tekun membaca dan terbiasa menulis, boleh jadi ada yang memaksakan diri untuk ragu. Tetapi jangankan terbiasa membaca dan menulis, bisa membaca dan menulis pun beliau tidak mampu sehingga keraguan mestinya sama sekali tidak mungkin ada.
Kata (تخطه) takhuththuhu / menggariskan oleh Ibnu ‘Asyur dipahami sebagai penguatan makna ke-ummiy-an (kebutahurufan) Rasulullah SAW. Seorang yang dapat menghafal kitab, walau tidak bisa menulis, misalnya seorang buta, ia tidak dapat dinamai ummiy.
Kata (المبطلون) al-mubthilun terambil dari kata (ابطل) abthala yang dari segi bahasa berarti membatalkan, yakni menghapus dan mengubah keadaan sesuatu, baik pengubahan positif maupun negatif. Ia juga berarti mengucapkan sesuatu yang tidak ada atau bertentangan dengan hakikat sebenarnya. Kaum musyrikin itu yang melakukan kebohongan dengan keengganan mengakui Al-Quran yang penuh kebenaran, lalu menjadikannya penuh kebohongan.
D. Kajian Keilmuan
1. Surat Al Qashash : 86
a. Nabi Muhammad Tidak Pernah Berharap untuk Diturunkan Al-Quran
Tidak dapat disangkal bahwa Nabi Muhammad SAW sangat prihatin melihat keadaan masyarakat Arab pada masa beliau. Beliau bahkan bingung tidak menemukan jalan yang benar atau dhalan seperti istilah QS adh Dhuha sebelum turunnya wahyu al Quran. Ketika itu beliau yakin benar bahwa para penyembah berhala itu sesat. Beliau pun sangat ingin memperoleh kebenaran. Dan karena itu pula, sebelum masa kenabian, beliau sering bertahannus (menyendiri dan merenung) di Gua Hira hingga bermalam-malam lamanya. Tetapi, seperti bunyi ayat ini, beliau tidak pernah bermimpi memperoleh bimbingan langsung dari Allah. Beliau tidak pernah mengharap malaikat Jibril berkali-kali dating membawa wahyu Ilahi bukan saja untuk beliau tetapi untuk seluruh umat manusia sepanjang masa, bahkan rahmat bagi semesta alam.
Ibnu ‘Asyur berkata, ayat ini bagaikan menyatakan: “ sebagaimana Allah meletakkan tugas penyampaian al-Quran ke atas pundakmu dan ini merupakan bukti bahwa Dia menyiapkan untukmu ganjaran kemenangan dunia dan akhirat, demikian juga penganugerahan kitab suci kepadamu, tanpa menantikan kedatangannya, ia dating atas rahmat dari Tuhanmu. Kedatangannya itu pun merupakan tanda bagimu bahwa Allah tidak akan membiarkanmu tanpa bantuan menghadapi musuh-musuhmu. Allah memilihmu untuk hal tersebut karena Dia telah menyiapkan untukmu kemenangan yang jelas dan ganjaran yang berlimpah.”
b. Larangan Menjadi Penolong Orang Kafir
“…Sebab itu janganlah sekali-kali kamu menjadi penolong bagi orang-orang kafir.”
Penggalan ayat ini mengandung banyak larangan serta dalam bentuk bertingkat-tingkat. Bermula dari membela secara terang-terangan, memihak kepada kafir sehingga merugikan umat Islam atau menghambat keuntungan dan manfaat, atau menghalangi hadirnya kebenaran dan keadilan, sampai bertoleransi yang tidak pada tempatnya dan berpura-pura berbasa-basi yang dapat ditafsirkan dengan dukungan. Termasuk juga dalam makna dukungan terhadap orang kafir, membiarkan mereka dalam kesesatannya tanpa berupaya menasihati, atau hidup dalam lingkungan mereka dan menyatu dengan masyarakat yang bejat, selama seseorang memiliki kemampuan untuk berhijrah meninggalkan meraka. Alhasil ayat diatas bagikan menyatakan laksanakanlah amr ma’ruf dan nahi mungkar.
Di sisi lain, perlu dictatat bahwa kata kafir dalam istilah al-Quran bukan sekedar orang yang tidak mempercayai Nabi Muhammad SAW, tetapi mencakup semua yang melakukan hal-hal yang bertentangan dengan tujuan agama.
Sementara itu, ulama menguraikan lima macam kekufuran, yaitu :
1) Tidak mengakui wujud Allah, seperti para ateis dan komunis
2) Mengakui kebenaran tapi menolaknya karena dengki dan iri hati kepada pembawa kebenaran itu
3) Tidak mensyukuri nikmat Allah
4) Meninggalkan / tidak mengerjakan tuntunan agama kendati tatap percaya
5) Tidak merestui dan berlepas diri
2. Surat Al Ankabut : 48
a. Ke-ummiy-an Nabi Muhammad Sebagai Bukti Kebenaran Al-Quran Bersumber dari Allah SWT
Surat Al Ankabut : 48 menjadikan sosok Nabi Muhammad SAW yang tidak bisa membaca dan menulis sebagai salah satu bukti kebenaran Al-Quran. Ini karena melalui Al-Quran beliau menyampaikan aneka informasi yang tidak diketahui oleh manusia. Memang, terdapat sekian banyak informasi wahyu yang beliau sampaikan yang sama dengan informasi Taurat dan Injil, tetapi itu berarti sumbernya dari kitab itu, sumbernya adalah tetap dari Allah.
Dan perlu diiangat bahwa sekian banyak informasi al-Quran yang bukan saja sama dengan kandungan Taurat dan Injil, tetapi sekaligus menambah dan meluruskan informasinya, Bandingkanlah, misalnya QS Yusuf dan perjanjian lama tentang kisah yusuf, kita akan menemukan perbedaan yang menonjol.
Ulama berbeda pendapat tentang kemampuan Rasulullah SAW dalam membaca dan menulis.Umumnya berpendapat bahwa beliau sama sekali tidak bisa membaca dan menulis. Ada juga yang berpendapat bahwa setelah terbukti kenabian beliau dengan sangat gambling, sejak itu beliau dapat membaca dan menulis, karena ketidakmampuan itu dimaksudkan untuk menjadi bukti kenabian sebagaimana disinggunng oleh ayat diatas.
Tidak dapat disangkal bahwa beliau menganjurkan unatnya untuk belajar membaca dan menulis. Bahkan para tawanan perang badar yang pandai menulis boleh menebus diri mereka dengan mengajar kaum muslimin membaca dan menulis. Di sisi lain, slah satu makna firman Allah yang menguraikan tugas rasul sebagi yu’alimmuhum al-kitaba wa al-hikmah adalah mengajar baca tulis. Demikian penafsiran Muhammad Abduh
Namun demikian, penulis cenderung menguatkan pendapat yang menyatakan bahwa beliau tidak pandai baca tulis sampai akhir hayatnya.
Dengan kondisi Nabi SAW yang ummiy maka tidak mungkin Nabi-lah yang membuat al-Quran, sebagai mana yang dituduhkan orang-orang kafir pada waktu itu. Di sisi lain kta melihat al-Quran yang penuh keistimewaan, baik dari struktur bahasanya, kandunganya dan lainnya, dalam al-Quran banyak sekali kisah-kisah umat terdahulu, ramalan kejadian di masa yang akan datang, yang kebenarannya kita saksikan sekarang, dan informasi tentang berbagai ilmu pengetahuan. Maka tidak mungkin seorang yang ummiy dapat membuat kitab seistimewa itu. Ini membuktikan bahwa Allah sengaja menjadikan Nabi SAW ummiy untuk menunjukkan bahwa al-Quran benar-benar bersumber dari Allah SAW.
E. Hadist yang Menunjang
Sabda Rasulullah saw. yang artinya:”Barang siapa yang berkata dalam kitabnya Allah Yang Maha Mulya dan Maha Agung dengan pendapat sendiri lalu benar, maka sungguh-sungguh salah” (HR. Abudawud).
Dalam hadits lain Rasulullah bersabda yang artinya: “Barang siapa berkata tentang Al-Qur’an dengan tanpa ilmu, maka hendaklah bertempat di neraka” (HR. Attirmidzi).
Dalamhadist lain: Apabila ada ahli kitab (Yahudi dan Nasrani) berbicara kepada kalian, janganlah kalian membe-narkan ahli kitab tersebut dan jangan pula kalian mendustakannya, melainkan katakanlah:?Kami beriman kepada apa yang diturunkan kepada kami (Al-qur?an) dan kami juga beriman kepada apa yang diturunkan kepada orang-orang sebelum kami (Taurat dan Injil). Apabila yang dikatakannya benar, janganlah kalian mendustakannya dan apabila yang dikatakannya itu batil (bohong) janganlah kalian membenarkannya.
(HR. Muslim, Abu Dawud dan Turmudzi)
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari penjelasan dua ayat diatas, yaitu surat al-Qashash:86 dan a-Ankabut:48 dapat ditarik kesimpulan bahwa Nabi Muhammad sama sekali tidak pernah membuat al-Quran, tetapi Al-Quran benar-benar firman Allah SWT. Nabi Muhammad tidak pernah mengharapkan untuk diturunkan al-Quran kepadanya, melainkan al-Quran diturunkan oleh Allah sebagai rahmat untuk Nabi Muhammad dan kaumnya hingga akhir zaman. Nabi SAW tidak pernah membaca kitab sebelumnya, di sisi lain, dalam al-Quran banyak berisi tentang berita-berita gaib, kisah umat terdahulu dan kejadian yang akan terjadi di masa yang akan datang. Seandainya al-Quran dibuat oleh Muhammad SAW, bagaimana beliau tahu segalanya, sedangkan membaca saja beliau tidak mampu. Ke-ummiy-an Muhammad SAW merupakan bukti nyata bahwa al-Quran bukan buatan Muhammad SAW. Seandainya Nabi SAW pandai membaca dan menulis, pasti banyak yang ragu al-Quran itu dari Allah SWT.
B. Saran
1. Yakinlah bahwa al-Quran benar-benar firman Allah SWT, bukan buatan Nabi SAW.
2. Marilah kita bersama-sama terus membaca, mempelajari dan mengajarkan al-Quran serta menjadikannya pedoman dalam kehidupan kita.
3. Marilah kita terus mempelajari Islam dan jadilah muslim yang kaffah.
4. Kembalilah kepada al-Quran dan al-Hadist terhadap semua persoalan hidup yang kita hadapi.
5. Jadilah muslim yang tegas dalam masalah akidah dengan agama lain, boleh kita bermuamalah dalam urusan dunia dengan agama lain, tapi tidak untukmasalah akidah.
DAFTAR PUSTAKA
Ø Ahmad,Yusuf.2009.Keajaiban ilmiah Al-Quran.Jakarta:Taushia
Ø Shihab,M.Quraish.2009.Tafsir Al-Misbah.Jakarta:Lentera Hati
0 komentar:
Posting Komentar