This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Kamis, 31 Mei 2012

Jangka Waktu Kegiatan Penagihan Pajak


JANGKA WAKTU KEGIATAN PENAGIHAN
Sebagaimana dijelaskan dalam pasal 1 angka 9 UU No. 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa sebagaimana telah diubah dengan UU No. 19 Tahun 2000, Penagihan Pajak adalah serangkaian tindakan agar Penanggung Pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan Surat Paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, menjual barang yang telah disita.
Adapun dasar penagihan pajak sebagaimana dijelaskan dalam UU KUP pasal 20 ayat (1) yaitu :

·         STP
·         SKPKB
·         SKPKBT
·         SK Pembetulan
·         SK Keberatan
·         Putusan Banding
·         Putusan PK

Yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah. Utang pajak harus dilunasi dalam jangka waktu 1 bulan setelah diterbitkannya produk hukum diatas, atau 2 bulan untuk WP usaha kecil dan WP didaerah tertentu. Apabila setelah jatuh tempo, utang pajak tidak juga dilunasi, maka dapat dilakukan penagihan aktif atau penagihan pajak dengan surat paksa. Alur dan jangka waktu kegiatan penagihan pajak dengan surat paksa dijelaskan dalam bagan berikut :












1.      Surat Teguran
Sebagaimana dijelaskan pada pasal 9 PMK Nomor 24/PMK.03/2008 dan juga pada pasal 48 PP Nomor 74 Tahun 2011 Surat teguran diterbitkan paling cepat 7 hari setelah jatuh tempo. Adapun 7 hari tersebut sebagaimana dijelaskan dalam tabel dibawah ini :
No.
Kondisi WP
Penerbitan Surat Teguran
1
Tidak setuju sebagian atau seluruh jumlah pajak yang masih harus dibayar dalam closing conference dan WP tidak mengajukan keberatan
7 hari sejak saat jatuh tempo pengajuan keberatan
2
Tidak setuju sebagian atau seluruh jumlah pajak yang masih harus dibayar dalam closing conference dan WP tidak mengajukan permohonan banding
7 hari sejak saat jatuh tempo permohonan banding
3
Tidak setuju sebagian atau seluruh jumlah pajak yang masih harus dibayar dalam closing conference dan WP mengajukan permohonan banding
7 hari sejak saat jatuh tempo pelunasan pajak berdasarkan putusan banding
4
Setuju seluruh jumlah pajak yang masih harus dibayar dalam closing conference
7 hari sejak saat jatuh tempo pelunasan
5
WP mencabut pengajuan keberatan setelah tanggal jatuh tempo pelunasan tapi sebelum tanggal diterimanya SPUH
7 hari setelah tanggal pencabutan keberatan

2.      Surat Paksa
Pada pasal 12 PMK Nomor 24/PMK.03/2008 disebutkan Surat Paksa diterbitkan minimal 21 hari sejak tanggal surat teguran disampaikan.
Berdasarkan pasal 8 UU PPSP, Surat Paksa diterbitkan apabila:
a.       Penanggung Pajak tidak melunasi utang pajak dan kepadanya telah diterbitkan Surat Teguran atau Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis;
b.      Terhadap Penanggung Pajak telah dilaksanakan penagihan seketika dan sekaligus; atau
c.       Penanggung Pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum dalam keputusan  persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran pajak.
Dalam kasus sebagaimana huruf b dan c, surat paksa dapat diterbitkan langsung tanpa surat teguran.
3.      Penyitaan
Apabila utang pajak masih belum dilunasi oleh Wajib Pajak atau Penaggung Pajak maka berdasarkan pasal 24 PMK Nomor 24/PMK.03/2008 pejabat menerbitkan Surat Perintah melakukan Penyitaan (SPMP) dan berdasarkan surat ini, jurusita pajak melakukan penyitaan terhadap barang milik penanggung pajak.
4.      Pengumuman Lelang
Berdasarkan pasal 26 PMK Nomor 24/PMK.03/2008 Apabila setelah lewat waktu 14 hari sejak tanggal pelaksanaan penyitaan Penanggung Pajak tidak melunasi utang pajak dan biaya Penagihan Pajak, Pejabat melakukan pengumuman lelang.
Pengumuman lelang untuk barang bergerak dilakukan 1 kali dan untuk barang tidak bergerak dilakukan 2 kali.
5.      Pelaksanaan Lelang
Berdasarkan pasal 28 PMK Nomor 24/PMK.03/2008 Apabila setelah lewat waktu 14 hari sejak Pengumuman Lelang Penanggung Pajak tidak melunasi utang pajak dan biaya Penagihan Pajak, Pejabat melakukan penjualan barang sitaan Penanggung Pajak melalui kantor lelang negara.
6.      Penagihan Seketika dan Sekaligus
Penagihan seketika dan sekaligus dilakukan tanpa menunggu jatuh tempo pembayaran. apabila :
a.       Penanggung Pajak akan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya atau berniat untuk itu
b.      Penanggung Pajak memindahtangankan barang yang dimiliki atau yang dikuasai dalam rangka menghentikan atau mengecilkan kegiatan perusahaan, atau pekerjaan yang dilakukannya di Indonesia
c.       terdapat tanda-tanda bahwa Penanggung Pajak akan membubarkan badan usahanya, atau menggabungkan usahanya, atau memekarkan usahanya, atau memindahtangankan perusahaan yang dimiliki atau dikuasainya, atau melakukan perubahan bentuk lainnya
d.      badan usaha akan dibubarkan oleh Negara; atau
e.       terjadi penyitaan atas barang Penanggung Pajak oleh pihak ketiga atau terdapat tanda-tanda kepailitan.

7.      Pencegahan dan Penyanderaan
Berdasarkan PP Nomor 137 Tahun 2000 Pencegahan Penyanderaan hanya dapat dilakukan terhadap Penanggung Pajak yang tidak melunasi utang pajak setelah lewat jangka waktu 14 hari terhitung sejak tanggal Surat Paksa diberitahukan kepada Penanggung Pajak. Penyanderaan hanya dapat dilakukan terhadap Penanggung Pajak yang :
a.       mempunyai utang pajak sekurang-kurangnya Rp 100.000.000
b.      diragukan itikad baiknya dalam melunasi Utang pajak.
8.      Daluarsa Penagihan Pajak
Disebutkan pada pasal 22 UU KUP, kegiatan penagihan daluarsa setelah melampaui waktu 5 tahun sejak penerbitan STP, SKPKB, SKPKBT, SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding dan Putusan PK

Rabu, 30 Mei 2012

Pejabat dan Jurusita Pajak


PEJABAT DAN JURUSITA PAJAK

A.    Pejabat
1.      Pengertian Pejabat
Berdasarkan Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (UU PPSP) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000, Pejabat adalah pejabat yang berwenang mengangkat dan memberhentikan Jurusita Pajak, menerbitkan Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus, Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, Surat Pencabutan Sita, Pengumuman  Lelang, Surat Penentuan Harga Limit, Pembatalan Lelang, Surat Perintah Penyanderaan dan surat lain yang diperlukan untuk penagihan pajak sehubungan dengan Penanggung Pajak tidak
melunasi sebagian atau seluruh utang pajak menurut undangundang dan peraturan daerah.
UU PPSP ini tidak hanya mengatur tentang pajak pusat, tetapi juga mengatur tentang pajak daerah.
a.      Pejabat untuk Penagihan Pajak Pusat
Pada penjelasan pasal 2 ayat (1) UU PPSP dijelaskan bahwa Menteri Keuangan berwenang untuk menunjuk pejabat untuk penagihan pajak pusat.  yang dimaksud dengan Pejabat untuk penagihan pajak pusat antara lain Kepala Kantor Pelayanan Pajak atau Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan. Mengingat pada awal tahun 2002 terjadi perubahan organisasi di Direktorat Jenderal Pajak maka hanya ada satu kantor operasional Direktorat Jenderal Pajak yang melaksanakan penagihan pajak yaitu Kantor Pelayanan Pajak. Dengan perubahan tersebut maka yang dimaksud Pejabat untuk penagihan pajak pusat sebagaimana diamanatkan dalam UU PPSP adalah Kepala Kantor Pelayanan Pajak. Pejabat inilah selanjutnya yang mempunyai kewenangan untuk mengangkat dan memberhentikan Jurusita pajak dan menugaskan Jurusita pajak untuk melaksanakan tindakan penagihan pajak.  Adapun yang dimaksud dengan pajak pusat adalah pajak yang dipungut oleh Pemerintah Pusat, antara lain, Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Bumi dan Bangunan, Bea Masuk dan Cukai.
b.      Pejabat untuk Penagihan Pajak Daerah
Pasal 2 ayat (2) UU PPSP mengamanatkan Pejabat untuk penagihan pajak daerah ditunjuk oleh Kepala Daerah. Yang dimaksud dengan Pejabat untuk penagihan pajak daerah misalnya Kepala Dinas Pendapatan Daerah. Adapun yang imaksud dengan pajak daerah adalah pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah, antara lain, Pajak Hotel dan Restoran Pajak Penerangan Jalan, dan Pajak Kendaraan Bermotor.
2.      Wewenang Pejabat
Sebagaimana diatur dalam pasal  ayat (3) UU PPSP, wewenang pejabat adalah :
a.       mengangkat dan memberhentikan Jurusita Pajak
b.      menerbitkan:
1.      Surat Teguran, Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis;
2.      Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus
3.      Surat Paksa;
4.      Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan;
5.      Surat Perintah Penyanderaan;
6.      Surat Pencabutan Sita;
7.      Pengumuman Lelang;
8.      Surat Penentuan Harga Limit;
9.      Pembatalan Lelang; dan
10.  Surat lain yang diperlukan untuk pelaksanaan penagihan pajak
Yang dimaksud surat lain adalah surat yang diperlukan untuk pelaksanaan penagihan pajak antara lain surat permintaan tanggal dan jadwal waktu pelelangan ke kantor lelang, surat permintaan Surat Keterangan Pendaftaran Tanah (SKPT) kepada Badan Pertanahan Nasional/Kantor Pertanahan, surat permintaan bantuan kepada kepolisian atau surat permintaan pencegahan.
B.     Jurusita Pajak
1.      Pengertian Jurusita Pajak
Berdasarkan pasal 1 angka 6 UU PPSP Jurusita pajak adalah Pelaksana tindakan Penagihan Pajak yang meliputi Penagihan Seketika dan Sekaligus, pemberitahuan Surat Paksa, melaksanakan Penyitaan dan penyanderaan.
2.      Tugas dan Wewenang Juru Sita Pajak
Berdasarkan pasal 5 ayat (1) UU PPSP tugas Jurusita Pajak yaitu :
  1. Melaksanakan Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus;
  2. Memberitahukan Surat Paksa;
  3. Melaksanakan penyitaan berdasarkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan; dan
  4. Melaksanakan penyanderaan (gijzeling) berdasarkan Surat Perintah Penyanderaan (gijzeling).
Dalam memberitahukan surat paksa, Jurusita Pajak menyampaikan Surat Paksa secara resmi kepada Penanggung Pajak dengan pernyataan dan penyerahan salinan surat paksa. Jurusita Pajak melaksanakan penyanderaan berdasarkan Surat Perintah Penyanderaan dari Pejabat sesuai dengan izin yang diberikan oleh Menteri atau Gubernur.
Selain itu, dalam melaksanakan penyitaan Jurusita Pajak berwenang memasuki dan memeriksa semua ruangan termasuk membuka lemari, laci, dan tempat lain untuk menemukan objek sita di tempat usaha, di tempat kedudukan  atau tempat tinggal Penanggung Pajak dengan memperhatikan norma yang berlaku dalam masyarakat, misalnya, dengan terlebih dahulu meminta izin dari Penanggung Pajak. Kewenangan ini pada hakekatnya tidak sama dengan penggeledahan sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana.
Jurusita Pajak dalam melaksanakan tugas dapat meminta bantuan pihak lain, misalnya, dalam hal Penanggung Pajak tidak member izin atau menghalangi pelaksanaan penyitaan, Jurusita Pajak dapat meminta bantuan Kepolisian atau Kejaksaan. Demikian juga dalam hal penyitaan terhadap barang tidak bergerak seperti tanah, Jurusita Pajak dapat meminta bantuan kepada Badan Pertanahan Nasional atau Pemerintah Daerah untuk meneliti kelengkapan dokumen berupa keterangan kepemilikan atau dokumen lainnya. Dalam hal penyitaan terhadap kapal laut dengan isi kotor tertentu dapat meminta bantuan kepada Direktorat Jenderal Perhubungan Laut.
Pada dasarnya Jurusita Pajak melaksanakan tugas di wilayah kerja Pejabat yang mengangkatnya, namun apabila dalam suatu kota terdapat beberapa wilayah kerja Pejabat, misalnya, di Jakarta, maka Menteri atau Kepala Daerah berwenang menetapkan bahwa Jurusita Pajak dapat melaksanakan tugasnya di luar wilayah kerja Pejabat yang mengangkatnya. Contoh: Dalam hal telah ada keputusan Menteri, maka Jurusita Pajak dari Kantor Pelayanan Pajak Jakarta Menteng dapat melaksanakan penyitaan barang Penanggung Pajak yang berada di wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak Jakarta Pasar Minggu.
3.      Kewajiban Jurusita Pajak
Sebelum melakukan tugasnya, Jurusita Pajak mempunyai kewajiban antara lain :
  1. Memperlihatkan kartu tanda pengenal Jurusita Pajak;
  2. Memperlihatkan Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus/Surat Paksa/SPMP/Surat Perintah penyanderaan (gijzeling);
  3. Memberitahukan maksud dan tujuan menyampaikan Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus/Surat Paksa/SPMP/Surat Perintah penyanderaan (gijzeling).
Kedudukan Jurusita Pajak dalam organisasi Direktorat Jenderal Pajak adalah pada Seksi Penagihan. Jurusita pajak memberikan pertanggungjawaban atas pekerjaan yang dilakukannya kepada atasan langsungnya yaitu Kepala Seksi Penagihan. Penugasan kepada Jurusita Pajak diberikan oleh Pejabat yaitu Kepala Kantor melalui Kepala Seksi Penagihan. Setiap pelaksanaan penugasan dalam rangka penagihan pajak, setiap Jurusita pajak membuat laporan pelaksanaan tugas dan mempertanggungjawabkan kepada Pejabat melalui atasan langsungnya.
4.      Pengangkatan Jurusita Pajak
Dalam Pasal 2 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 562/KMK.04/2000 tanggal 26 Desember 2000 tentang Syarat-syarat, Tata Cara Pengangkatan dan Pemberhentian Jurusita Pajak diatur mengenai persyaratan untuk diangkat menjadi Jurusita Pajak adalah sebagai berikut:
a.       berijazah serendah-rendahnya Sekolah Menengah Umum atau yang setingkat
b.      dengan itu;
c.       berpangkat serendah-rendahnya Pengatur Muda/Golongan II/a;
d.      berbadan sehat;
e.       lulus pendidikan dan latihan Jurusita Pajak; dan
f.       jujur, bertanggung jawab dan penuh pengabdian.
Dalam Pasal 3 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 562/KMK.04/2000 dijelaskan Sebelum memangku jabatannya, Jurusita Pajak diambil sumpah atau janji menurut agama atau kepercayaannya oleh Pejabat. Sumpah jabatan Jurusita berbunyi sebagai berikut:
"Saya bersumpah/berjanji dengan sungguh-sungguh bahwa saya, untuk memangku jabatan saya ini, langsung atau tidak langsung, dengan menggunakan nama atau cara apapun juga, tidak memberikan atau menjanjikan barang sesuatu kepada siapa pun juga."
"Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatan saya ini, tiada sekali-kali akan menerima langsung atau tidak langsung dari siapa pun juga sesuatu janji atau pemberian."
"Saya bersumpah/berjanji bahwa saya akan setia kepada dan akan mempertahankan serta mengamalkan Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara, Undang-Undang Dasar 1945, dan segala undang-undang serta peraturan lain yang berlaku bagi negara Republik Indonesia.''
"Saya bersumpah/berjanji bahwa saya senantiasa akan menjalankan jabatan saya in dengan jujur, saksama dan dengan tidak membeda-bedakan orang dalam melaksanakan kewajiban saya dan akan berlaku sebaik-baiknya dan seadil-adilnya seperti layaknya bagi seorang Jurusita Pajak yang berbudi baik dan jujur, menegakkan hukum dan keadilan."
34 | P a g Pengangkatan sumpah ini dituangkan dalam berita acara dan menjadi dasar untuk pengangkatan seseorang menjadi Jurusita Pajak.
5.      Fasilitas Jurusita Pajak
Fasilitas yang diberikan kepada Jurusita Pajak dalam rangka melaksanakan tugasnya adalah seragam, kendaraan dan biaya sehubungan dengan kegiatan penagihan.
Jurusita pajak mempunyai seragam khusus yang membedakannya dari pegawai pajak yang lain, seragam ini wajib dikenakan ketika sedang menjalankan tugas. Seragam jurusita pajak diatur dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : Se-03/PJ.04/2009 Tanggal 27 Mei 2009 Tentang Kebijakan Penagihan Pajak. Seragam Jurusita pajak adalah seperti gambar dibawah ini










Keterangan atribut :
  1. Name Tag Nama Jurusita diletakkan di atas kantong saku kemeja sebelah kanan.
  2. Name Tag Jurusita diletakkan diatas kantong saku kemeja sebelah kiri.
  3. Logo Direktorat Jenderal Pajak diletakkan di bahu sebelah kanan.
  4. Nama Kantor diletakkan di bahu sebelah kiri.

Ketentuan pemakaian pakaian dinas seragam :
  1. Warna pakaian dinas seragam Jurusita ditentukan sebagai berikut :
    1. Tutup Badan berupa kemeja berwarna abu-abu dan celana panjang atau rok berwarna abu-abu tua dengan tutup kepala berwarna hitam. Untuk pegawai wanita yang menggunakan jilbab menyesuaikan;
    2. Ikat pinggang dan kaos kaki berwarna hitam;
    3. Sepatu berwarna hitam.
  2. Pegawai pria memakai ikat pinggang, sepatu dan kaos kaki berwarna hitam.
  3. Pegawai Wanita memakai ikat pinggang dan sepatu berwarna hitam tanpa kaos kaki.
Jurusita Pajak juga diberikan hak untuk menggunakan kendaraan untuk melaksanakan kegiatan penagihan. Kepala Kantor Wilayah DJP memantau dan memastikan bahwa setiap KPP di wilayah kerjanya mempunyai paling sedikit satu kendaraan operasional roda dua dan satu kendaraan operasional roda empat atau moda transportasi lain sesuai dengan kebutuhan yang dapat digunakan untuk pelaksanaan kegiatan penagihan.
Selain seragam dan kendaraan, Jurusita Pajak juga mendapat alokasi dana sehubungan dengan kegiatan penagihan pajak, KPP mengalokasikan biaya perjalanan dinas dalam rangka tindakan penagihan, dengan memperhatikan ketentuan dalam Pasal 1 ayat (5) dan ayat (10) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 45/PMK.05/2007 tentang Perjalanan Dinas Jabatan Dalam Negeri Bagi Pejabat Negara, Pegawai Negeri, dan Pegawai Tetap.
6.      Pemberhentian Jurusita Pajak
Sesuai dengan Pasal 4 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 562/KMK.04/2000 Jurusita Pajak diberhentikan dari jabatannya dalam hal:
a.       meninggal dunia;
b.      pensiun;
c.       karena alih tugas atau kepentingan dinas lainnya;
d.      ternyata lalai atau tidak cakap dalam menjalankan tugas;
e.       melakukan perbuatan tercela;
f.       melanggar sumpah atau janji Jurusita Pajak; atau
g.      sakit jasmani atau rohani terus menerus.


 Daftar Pustaka
·         Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2000 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 Tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa
·         Keputusan Menteri Keuangan Nomor 562/KMK.04/2000 tanggal 26 Desember 2000 tentang Syarat-syarat, Tata Cara Pengangkatan dan Pemberhentian Jurusita Pajak
·         Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : Se-36/PJ/2011 Tentang Kebijakan Penagihan Pajak
·         Zuraida,Ida.2010.Bahan Ajar Penagihan dan Sengketa Pajak.Tangerang Selatan:STAN
·         http://www.pajakonline.com