Jumat, 05 Oktober 2012
Essay : Korupsi Pengadaan
07.35
3 comments
KORUPSI PENGADAAN BARANG DAN JASA
Korupsi merupakan topik yang tidak habisnya dibicarakan,
bagaimana tidak, hampir setiap hari kita mendengar dari media cetak maupun
elektronik kasus korupsi yang melibatkan para petinggi negara dan pejabat serta
hampir merata terjadi di setiap institusi. Korupsi adalah musuh kita bersama. Korupsi merupakan
kejahatan yang tidak hanya merusak mental bangsa, tapi juga merugikan keuangan
dan perekonomian negara yang berakibat menghambat pembangunan nasional. Entah
sudah berapa banyak uang negara yang disedot koruptor untuk egonya pribadi dan
entah sudah berapa kali negara dan masyarakat dibodohi dan dirugikan oleh
praktek-praktek korupsi, misalnya saja dari praktek kongkalikong antara wajib
pajak dan petugas pajak, penggelapan pajak, penyimpangan penyusunan kebijakan
anggaran, kebocoran APBN/APBD, penyalahgunaan wewenang, jabatan atau kekuasaan
dan masih banyak lagi penyelewengan-penyelewengan dalam berbagai bidang, mulai
dari skala yang paling kecil hingga skala yang berdampak nasional.
Dari seluruh penelitian
perbandingan tingkat korupsi, Indonesia hampir dipastikan selalu menempati posisi
teratas sebagai salah satu negara terkorup di dunia. Tahun 2011 lalu Transparency
International kembali meluncurkan Indeks Persepsi Korupsi (Corruption
Perception Index/CPI). Dalam survei yang dilakukan terhadap 183 negara di dunia
tersebut, Indonesia menempati skor CPI sebesar 3,0. Dalam indeks tersebut
Indonesia berada di peringkat ke-100 bersama 11 negara lainnya yakni Argentina,
Benin, Burkina Faso, Djobouti, Gabon, Madagaskar, Malawi, Meksiko, Sao Tome
& Principe, Suriname, dan Tanzania. Sementara untuk kawasan Asia Tenggara,
skor Indonesia berada di bawah Singapura (9,2), Brunei (5,2), Malaysia (4,3),
dan Thailand (3,4). Jadi, pesan yang bisa ditangkap dari hasil ini adalah tidak
ada perubahan yang signifikan dalam hal upaya pemberantasan korupsi di
Indonesia. Dari kenyataan pahit ini, pemerintah dan masyarakat harus lebih
bersinergi dan bersungguh-sungguh dalam memberantas praktek korup dan koruptor
jika tidak ingin terus menanggung malu menyandang predikat salah satu negara
terkorup.
Dari sekian banyak
kasus korupsi yang terjadi di Indonesia, kasus terbanyak adalah korupsi yang
berkaitan dengan pengadaan barang atau jasa. Menurut
penuturan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Busyro Muqoddas,
proses pengadaan barang dan jasa merupakan kasus dugaan korupsi yang paling
banyak diusut dan ditangani KPK. sejak tahun 2004 hingga 2011, KPK telah
menangani hampir 200 kasus korupsi, dan 96 dari
kasus tersebut adalah korupsi pengadaan
barang dan jasa. Secara persentase, jumlahnya
mencapai 40,9%. Jaksa Agung, Basrief Arief juga menyampaikan hal senada,
beliau mengatakan bahwa belakangan ini Kejaksaan banyak menangani kasus korupsi
pengadaan barang dan jasa, kasus korupsi pengadaan barang dan jasa tersebut
tersebar di beberapa institusi pemerintah, baik itu di pusat maupun di daerah.
Hampir merata, di BUMN, Pemda, Kementrian dan Lembaga. Sementara itu Wakil
Ketua KPK yang lain, M. Jasin mengatakan korupsi pengadaan barang itu terjadi
mulai dari barang yang terlihat remeh-temeh hingga barang-barang yang bernilai
tinggi, mulai kasus sarung hingga helikopter. Dalam berbagai proyek, yang
terjadi bukan bocor, tetapi ambrol. Contoh kasus yang ditangani KPK pada 2004
adalah kasus pengadaan helikopter yang dibeli dari Rusia di Aceh. Kemudian pada
2005 kasus berupa pengadaan bus pada proyek busway di Jakarta, pada 2006 kasus
pengadaan kotak suara pemilu, serta tahun 2007 di antaranya berupa kasus
pengadaan alat automatic fingerprint identification system (AFIS) pada
Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Departemen Hukum dan HAM.
Dari banyak kasus
korupsi barang dan jasa tersebut, dalam kesempatan ini penulis akan memberi
contoh salah satu kasus yang masih terasa hangat ditelinga kita, yaitu kasus
korupsi pengadaan Alquran. Tersangka kasus suap pengadaan Alquran Kemenag ini
adalah Anggota Komisi VIII DPR dari Golkar yaitu Zulkarnaen Djabbar dan
anaknya, Dendy Prasetia selaku Direktur Utama PT
Perkasa Jaya Abadi. Bersama putranya tersebut Zulkarnaen diduga menerima
suap sekitar Rp 4 miliar. Pada 28 Juni 2012 Zulkarnaen
Djabar ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
dalam kasus pengadaan Alquran di Kementerian Agama tahun anggaran 2011 dan 2012
serta pengadaan laboratorium komputer madrasah tsanawiyah. KPK menduga kuat Zulkarnaen berperan mengarahkan
oknum di Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam agar perusahaan PT Adhi
Abdi Aksara Indonesia menjadi rekanan proyek pengadaan Al-Quran 2011. Pada 2011
Kementerian Agama mengadakan Al-Quran dalam dua tahap dengan anggaran Rp 22,8
miliar, dan pada 2012 sebesar Rp Rp 110 miliar. Zulkarnaen juga diduga menyetir
oknum di Direktorat Jenderal Pendidikan Islam agar perusahaan PT BKM menjadi
rekanan proyek pengadaan alat lab komputer. Total anggaran pengadaan lat laboratorium
2010-2011 sebesar Rp 31 miliar.
Ketua KPK, Abraham
Samad menjelaskan Modus atau kronologis perkara sebagai berikut ZD mengarahkan
kepada oknum Ditjen Bimas Islam untuk memenangkan dan perusahaan PT Adhi Abadi
Aksara Indonesia dalam proyek pengadaan Al Quran. Kemudian ZD juga mengarahkan
oknum di Dirjen pendidikan Islam untuk mengamankan laboratorium komputer dengan
PT BKM dan sistem Informasi. Abraham Samad menambahkan, suap oleh perusahaan
pemenang proyek kepada Zulkarnain dilakukan secara berkala. Jumlahnya, kata
dia, mencapai ratusan juta hingga miliaran rupiah. KPK sudah mencegah tersangka
Zulkarnaen dan pengusaha berinisial DP bepergian ke luar negeri.
Dalam kasus ini, Komisi
Pemberantasan Korupsi telah melakukan penyelidikan terhadap pengadaan Al Quran
di Kementerian Agama 2011-2012, di samping menggelar penyidikan terkait
penganggaran proyek tersebut di Dewan Perwakilan Rakyat. Pada hari Selasa, 17
Juli 2012 KPK
melakukan permintaan keterangan tujuh orang dari Kementrian Agama atas nama
Ahmad Jauhari, Abdul Karim, Syahrul Z, Mustafa, Edy Junaedi, Muhammad Zein, dan
Ashari.
Sebelumnya, Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah ruangan
Zulkarnaen Djabar di gedung Dewan Perwakilan Rakyat selama hampir enam jam.
Penggeledahan baru selesai Jumat, 29 Juni 2012, sekitar pukul 20.00. Zulkarnaen
akan menjalani pemeriksaan pertama pada hari Jumat, 7 September 2012. Seperti
perlakuan KPK pada tersangka-tersangka sebelumnya, lembaga penegakkan hukum itu
kerap menahan seseorang seusai pemeriksaan perdana mereka sebagai tersangka.
Dipihak lain, Kementerian
Agama menyebut proyek pengadaan Alquran tahun anggaran 2011 dan 2012 sudah sesuai prosedur.
Meski demikian, tim internal Kemenag tengah menyelidiki kasus dugaan korupsi,
khususnya dalam proses tender yang dimenangi perusahaan milik Dendy Prasetya.
Sementara itu, Zulkarnaen telah meminta maaf kepada Ketua Umum Golkar Aburizal
Bakrie, keluarganya, juga seluruh umat Islam karena kasus yang menerpanya ini.
Dirinya tetap mengapresiasi kerja KPK, akan bersikap kooperatif dan berjanji
tidak akan melarikan diri. "Saya akan mengklarifikasi sejelas-jelasnya
kepada KPK, pada saat saya diperiksa. Apa yang saya lihat, dengar, dan tahu
nanti saya sampaikan nanti pada saatdiperiksa KPK," jelasnya. Zulkarnaen
menegaskan, dirinya akan terus bersikap kooperatif.
Korupsi Alquran ini
lebih dari korupsi biasa karena Alquran memiliki nilai yang suci di mata
masyarakat Indonesia yang mayoritas penduduknya adalah muslim. Kasus ini seakan
langsung mencabik kesadaran masyarakat, karena korupsi Alquran ini punya efek
yang luar biasa. Kasus korupsi ini jelas merusak citra pelaku pribadi,
keluarga, partai, DPR, Kemenag dan umat Islam pada umumnya. Komisi
Pemberantasan Korupsi harus serius dalam memproses kasus tersebut. Hukum harus
ditegakkan, inilah saatnya masyarakat menilai apakah KPK berani bersikap tegas
atau malah tebang pilih. Selain itu, menjadi konsekuensi yang wajar apabila DPR
memecat anggotanya yang berbuat tercela. Di tengah citra DPR yang buruk di mata
masyarakat, DPR harus sesegera mungkin memecat anggota yang demikian jika tidak
ingin dicap lebih buruk lagi. Demikian
juga dengan partai Golkar, Golkar harus tegas memecat kadernya tersebut. Pemecatan
sebuah sanksi administrasi yang paling masuk akal untuk setiap kader yang
berbuat tindak tercela.
Seperti yang sudah dibahas diatas,
Proyek
pengadaan barang dan jasa pemerintah, baik di daerah maupun pusat sering
dijadikan “ladang” untuk korupsi. Bentuk-bentuk penyelewengan dalam pengadaan barang dan jasa
antara lain adalah penggelembungan harga, penunjukan langsung, pembuatan syarat
tender yang dapat membatasi peserta lelang, pengadaan fiktif atau penentuan
Harga Perkiraan Sendiri (HPS) yang terlalu tinggi. kolusi
antara panitia lelang dan rekanan, antara sesama rekanan, monopoli dan
premanisme, serta kurangnya akses publik ke pasar pengadaan barang. Selain itu,
juga karena kurangnya integritas panitia, tidak transparan dan akuntabel, serta
penyalahgunaan wewenang.
peluang paling besar terjadinya penyelewengan pengadaan barang/ jasa ada pada
paket-paket pekerjaan kecil yang menggunakan proses penunjukan langsung, banyak
kelemahan-kelemahan pada proses pengadaan ini diantaranya :
1. Harga barang/ jasa tidak kompetitif.
Sering terjadi mark up harga;
2. Rekanan yang di tunjuk adalah teman,
saudara / keluarga sehingga asas adil dan bersaing di kesampingkan;
3. Sebelum di laksanakan pekerjaan
biasanya terlebih dahulu ada kesepakatan antar penyedia dan pemesan (Pejabat
pengadaan/PPK/KPA) untuk menentukan jumlah fee, atau uang yang akan di
kembalikan kepada Pemesan dengan asalan untuk operasional kantor;
Selain itu masih adanya lelang yang dilaksanakan
secara manual /ofline sehinggga rawan sekali terjadi pengaturan dalam proses
ini. akan lebih bagus jika LKPP sebagai lembaga yang bertugas membuat kebijakan
tentang pengadaan Barang/jasa Pemerintah menghapuskan proses lelang yang
seperti ini karena banyak sekali kelemahanya.
Berkaiatan dengan fakta demikian, maka
harus diakui bahwa keseluruhan Penyimpangan-penyimpangan sebagimana diatas,
disebabkan oleh lemahnya aturan mengenai pengadaan barang dan jasa. Untuk itu,
ada beberapa gagasan dalam rangka menanggulangi persoalan korupsi disektor
pengadaaan barang dan jasa, yakni:
1. Membenahi Kembali Sistem Hukum Pengadaan Barang Dan
Jasa.
Pengadaan barang dan jasa sampai
sekarang ini hanya diatur dalam Kepres, yaitu Keppres No. 80 Tahun 2003. Untuk
menguatkan pondasi hukum dan dalam rangka pemberantasan korupsi, sudah
seharusnya pengadaan barang dan jasa diatur dengan Undang-Undang. Jika diatur
dengan Undang-Undang, pelanggaran prosedur oleh Pelaksana proyek dan Pengguna
anggaran di daerah dapat dipidana sebagi melangggar ketentuan Undang-Undang
Pengadaan barang dan jasa serta dapat dituduh melanggar Undang-Undang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
2. Reformasi Kepanitiaan Tender.
Sistem Pengadaan barang dan jasa
yang ada telah menempatkan aparatur pemerintah (Pimpro/panitia pengadaan)
hanya sebatas peran manajerial. Hal ini sesuai dengan alasan utama dilakukannya
tender, yakni: Keterbatasan akan keahlian dan ketrampilan specifik (Expert
Skills) dari pegawai pemerintah. Untuk itu, kedepan harus dipikirkan untuk
dibuat aturan yang mengharuskan pihak diluar pegawai pemerintah (Orang-orang
yang berkualitas dan berkompeten) untuk dapat menjadi panitia tender.
3. Pengawasan Oleh Masyarakat.
Dalam Keppres No. 80 Tahun 2003 diatur
bahwa unit pengawasan intern akan menampung dan menindaklanjuti pengaduan
masyarakat berkaitan dengan penyimpangan dalam pengadaan barang dan jasa, namun
tidak diatur mekanisme bagaimana masyarakat dapat terlibat dalam pengawasan.
Bagaimana masyarakat bisa mengetahui adanya penyimpangan dalam pengadaaan
barang dan jasa kalau masyarakat tidak di beri akses untuk mengawasi jalannya
proses pengadaan.
Pemberantasan korupsi di Indonesia, termasuk korupsi
pengadaan barang dan jasa harus terus digerakkan dan ditingkatkan. Pemerintah
harus tegas dalam menegakkan hukum dan tidak pilih kasih kepada koruptor,
karena korupsi telah memporak-porandakan kehidupan masyarakat dan Negara.
Selain itu masyarakat juga dituntut proaktif dalam pemberantasan korupsi ini,
setiap individu harus beritikad kuat untuk tidak korupsi dan berperang melawan
korupsi. Dengan demikian diharapkan korupsi di negeri ini menurun bahkan
menghilang.
Sumber Data :
·
bantenpos-online.com
·
riswantokemenag.blogspot.com
·
paulsinlaeloe.blogspot.com
Kamis, 04 Oktober 2012
00.49
1 comment
LEPAS BEBAS
Resensi Cerpen "Katakan Cinta Dengan Warna"Naskah Drama Dinasti versi Indonesia
Naskah Drama Dinasti versi original
Pengaruh konsentrasi H2O2 terhadap enzim katalase
Pengaruh polutan terhadap pertumbuhan tinggi tanaman
Psikologi Pendidikan
Kreatifitas
Definisi Pendidikan Menurut Para Ahli
Landasan Filosofis Pendidikan Indonesia
Ciri-ciri dan Keanekaragaman Makhluk Hidup
Kajian Surat Al-Qashash:86 dan Al Ankabut : 48
Pengantar Statistika
Skrip Drama Tk 4 2010/2011
cerpen "sombong"
00.41
2 comments
PAJAK
PBB
PPN
PPSP
PPh
KUP
Permohonan Keberatan PPh, PPN, PPnBM di KanwilPembetulan Ketetapan Pajak
Pembetulan Ketetetapan Pajak di KPP
Pembetulan Ketetetapan Pajak di Kanwil
Pengurangan atau Pembatalan Ketetapan Pajak di KPP
Pengurangan atau atau Pembatalan Ketetapan Pajak di Kanwil
Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi di KPP
Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi di Kanwil
Permohonan Pengurangan atau Pembatalan STP
Gugatan
Persidangan Banding
Tata Cara Pelaksanaan Putusan Gugatan atau Banding
Pelaksanaan Putusan Pengadilan Pajak
Pembuatan Konsep Memori PK ke MA Melalui KPDJP
Pembuatan Konsep Kontra Memori PK Ke MA Melalui KPDJP
Lainnya
Kamis, 12 Juli 2012
Pembuatan Konsep Kontra Memori PK Ke MA Melalui KPDJP
07.40
1 comment
TATA CARA PEMBUATAN KONSEP KONTRA MEMORI
PENINJAUAN KEMBALI KE MA MELALUI KPDJP
A. Deskripsi :
Prosedur operasi ini menguraikan tata cara pembuatan konsep Kontra Memori Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung yang diterima dari Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak.
B. Dasar Hukum :
1. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak
C. Surat Edaran Terkait :
1. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-17/PJ/2003 Tanggal 9 Juni 2003 Tentang Tata Cara Penanganan Peninjauan Kembali atas Putusan Pengadilan Pajak ke Mahkamah Agung
D. Pihak yang Terkait :
1. Kepala Kantor Wilayah
2. Kepala Bidang Pengurangan, Keberatan, dan Banding
3. Kepala Seksi Pengurangan, Keberatan, dan Banding
4. Penelaah Keberatan
5. Pelaksana Seksi Pengurangan, Keberatan, dan Banding
6. Direktorat Keberatan dan Banding KPDJP
E. Formulir yang Digunakan :
1. Surat Permintaan Kontra Memori Peninjauan Kembali
F. Dokumen yang Dihasilkan :
1. Konsep Kontra Memori Peninjauan Kembali
2. Surat Pengantar
G. Prosedur Kerja :
1. Kepala Bidang Pengurangan, Keberatan, dan Banding menerima Surat Permintaan Kontra Memori Peninjauan Kembali dari Direktorat Keberatan dan Banding yang telah didisposisi oleh Kepala Kantor Wilayah (SOP Penerimaan Dokumen di Kanwil) serta menugaskan dan memberikan disposisi kepada Kepala Seksi Pengurangan, Keberatan, dan Banding untuk memprosesnya.
2. Kepala Seksi Pengurangan, Keberatan dan Banding memberikan penugasan kepada Penelaah Keberatan untuk memproses Surat Permintaan Kontra Memori Peninjauan Kembali.
3. Penelaah Keberatan menyusun konsep Kontra Memori Peninjauan Kembali, kemudian meneruskannya ke Kepala Seksi Pengurangan, Keberatan dan Banding.
4. Kepala Seksi Pengurangan, Keberatan dan Banding meneliti konsep Kontra Memori Peninjauan Kembali kemudian meneruskan ke Kepala Bidang Pengurangan, Keberatan dan Banding.
5. Kepala Bidang Pengurangan, Keberatan dan Banding menelaah konsep Kontra Memori Peninjauan Kembali kemudian meneruskan ke Kepala Kantor Wilayah.
6. Kepala Kantor Wilayah menyetujui konsep Kontra Memori Peninjauan Kembali kemudian meneruskan ke Penelaah Keberatan.
7. Penelaah Keberatan mencetak dokumen yang sudah disetujui dan membuat Surat Pengantar Konsep Kontra Memori Peninjauan Kembali.
8. Pelaksana Seksi Pengurangan, Keberatan, dan Banding menatausahakan dan menyampaikan konsep Memori dan Surat Pengantarnya ke Direktorat Keberatan dan Banding melalui Bagian Umum (SOP Tata Cara Penyampaian Dokumen di Kanwil).
9. Proses selesai.
Jangka Waktu Penyelesaian :
Paling lama 14 (empat belas) hari sejak tanggal Surat Permintaan Kontra Memori Peninjauan Kembali
H. Bagan Arus (Flow Chart) :
Sumber : SOP DJP copyright © 2009 Sekretariat SOP - Direktorat Jenderal PajakSenin, 09 Juli 2012
Tindak Pidana Korupsi
20.44
1 comment
RESUME
UU NOMOR 20 TAHUN 2001
TENTANG
PERUBAHAN ATAS UU NOMOR 31 TAHUN 1999
TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI
1. Tindak Pidana Korupsi
No | Pasal | Jenis Tipikor | Pidana | Keterangan | |
Penjara | Denda | ||||
1 | 2 (1) | Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara | Penjara seumur hidup atau penjara paling singkat empat tahun dan paling lama 20 tahun | Rp.200.000. 000 - Rp.1.000.000. 000 | Dalam hal tipikor dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan. |
2 | 3 | Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara | penjara seumur hidup atau penjara paling singkat satu tahun dan paling lama 20 tahun | paling sedikit Rp. 50.000.000 dan paling banyak Rp. 1.000.000.000 | |
3 | 5 (1) | a. memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya; b. memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya. | paling singkat satu tahun dan paling lama 5 lima tahun | paling sedikit Rp 50.000. 000 dan paling banyak Rp 250.000. 000 | Bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima pemberian atau janji dipidana dengan pidana yang sama |
4 | 6 (1) | a. memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili; atau b. memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seseorang yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan ditentukan menjadi advokat untuk menghadiri sidang pengadilan dengan maksud untuk mempengaruhi nasihat atau pendapat yang akan diberikan berhubung dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili. | paling singkat tiga tahun dan paling lama lima belas tahun | paling sedikit Rp 150.000. 000 dan paling banyak Rp 750.000.000 | Bagi hakim dan Advokat yang menerima pemberian atau janji dipidana dengan pidana yang sama. |
5 | 7 (1) | a. pemborong, ahli bangunan yang pada waktu membuat bangunan, atau penjual bahan bangunan yang pada waktu menyerahkan bahan bangunan, melakukan perbuatan curang yang dapat membahayakan keamanan orang atau barang, atau keselamatan negara dalam keadaan perang; b. setiap orang yang bertugas mengawasi pembangunan atau penyerahan bahan bangunan, sengaja membiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam huruf a; c. setiap orang yang pada waktu menyerahkan barang keperluan Tentara Nasional Indonesia dan atau Kepolisian Negara Republik Indonesia melakukan perbuatan curang yang dapat membahayakan keselamatan negara dalam keadaan perang; atau d. setiap orang yang bertugas mengawasi penyerahan barang keperluan Tentara Nasional Indonesia dan atau Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan sengaja membiarkan perbuatan curang sebagaiman dimaksud dalam huruf c. | paling singkat dua tahun dan paling lama tujuh tahun | paling sedikit Rp 100.000.000 dan paling banyak Rp 350.000.000 | Bagi orang yang menerima penyerahan bahan bangunan atau orang yang menerima penyerahan barang keperluan TNI dan atau POLRI dan membiarkan perbuatan curang dipidana dengan pidana yang sama |
6 | 8 | pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja menggelapkan uang atau surat berharga yang disimpan karena jabatannya, atau membiarkan uang atau surat berharga tersebut diambil atau digelapkan oleh orang lain, atau membantu dalam melakukan perbuatan tersebut. | paling singkat tiga tahun dan paling lama lima belas tahun | paling sedikit Rp 150.000. 000, dan paling banyak Rp 750.000. 000 | |
7 | 9 | pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang diberi tugas menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja memalsu buku-buku atau daftar-daftar yang khusus untuk pemeriksaan administrasi | paling singkat satu tahun dan paling lama lima tahun | paling sedikit Rp 50.000.000, dan paling banyak Rp 250.000.000 | |
8 | 10 | pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang diberi tugas menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja: a. menggelapkan, menghancurkan, merusakkan, atau membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat, atau daftar yang digunakan untuk meyakinkan atau membuktikan di muka pejabat yang berwenang, yang dikuasai karena jabatannya; b. membiarkan orang lain menghilangkan, menghancurkan, merusakkan, atau membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat, atau daftar tersebut; c. membantu orang lain menghilangkan, menghancurkan, merusakkan, atau membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat, atau daftar tersebut. | paling singkat dua tahun dan paling lama tujuh tahun | paling sedikit Rp 100.000.000, dan paling banyak Rp 350.000.000 | |
9 | 11 | pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, atau yang menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya | paling singkat satu tahun dan paling lama lima tahun | paling sedikit Rp 50.000.000 dan paling banyak Rp 250.000.000 | |
10 | 12 | a. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya; b. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya; c. hakim yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili; d. seseorang yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan ditentukan menjadi advokat untuk menghadiri sidang pengadilan, menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut untuk mempengaruhi nasihat atau pendapat yang akan diberikan, berhubung dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili; e. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri; f. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas, meminta, menerima, atau memotong pembayaran kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara yang lain atau kepada kas umum, seolah-olah pegawai negeri atau penyelenggara negara yang lain atau kas umum tersebut mempunyai utang kepadanya, padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan utang; g. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas, meminta atau menerima pekerjaan, atau penyerahan barang, seolah-olah merupakan utang kepada dirinya, padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan utang; h. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas, telah menggunakan tanah negara yang di atasnya terdapat hak pakai, seolah-olah sesuai dengan peraturan perundang-undangan, telah merugikan orang yang berhak, padahal diketahuinya bahwa perbuatan tersebut bertentangan dengan peraturan perundangundangan; i. pegawai negeri atau penyelenggara negara baik langsung maupun tidak langsung dengan sengaja turut serta dalam pemborongan, pengadaan, atau persewaan, yang pada saat dilakukan perbuatan, untuk seluruh atau sebagian ditugaskan untuk mengurus atau mengawasinya | paling singkat empat tahun dan paling lama dua puluh tahun | paling sedikit Rp 200.000.000dan paling banyak Rp 1.000.000.000 | |
11 | 12A | tindak pidana korupsi yang nilainya kurang dari Rp 5.000.000,00 | paling lama 3 (tiga) tahun | paling banyak Rp50.000.000 | Ketentuan pidana penjara dan pidana denda dalam Pasal 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, dan 12 tidak berlaku |
12 | 12 B | gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya | seumur hidup atau paling singkat empat tahun dan paling lama dua puluh tahun | paling sedikit Rp 200.000.000 dan paling banyak Rp 1.000.000.000 | Kecuali jika penerima melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada KPK paling lambat 30 hari kerja terhitung sejak tanggal gratifikasi diterima. |
13 | 13 | Setiap orang yang memberi hadiah atau janji kepada pegawai negeri dengan mengingat kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya, atau oleh pemberi hadiah atau janji dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan tersebut, | paling lama tiga tahun | paling banyak 150.000.000 | |
v Setiap orang yang melakukan percobaan, pembantuan, atau pemufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana korupsi, dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud Pasal 2, Pasal 3, Pasal 5 sampai dengan Pasal 14.
v Setiap orang di luar wilayah negara Republik Indonesia yang memberikan bantuan, kesempatan, sarana, atau keterangan untuk terjadi` tindak pidana korupsi dipidana dengan pidana yang sama sebagai pelaku tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3, Pasal 5 sampai dengan Pasal 14.
2. Tindak Pidana Lain yang Berkaitan Dengan Tindak Pidana Korupsi
No | Pasal | Jenis Pidana | Pidana | Keterangan | |
Penjara | Denda | ||||
1 | 21 | Setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka dan terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi | paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun | paling sedikit Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 600.000.000 | |
2 | 22 | Setiap orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28, Pasal 29, Pasal 35, atau Pasal 36 yang dengan sengaja tidak memberi keterangan atau memberi keterangan yang tidak benar | paling singkat tiga tahun dan paling lama dua belas tahun | paling sedikit Rp. 150.000. 000 dan paling banyak Rp 600.000.000 | |
3 | 23 | Dalam perkara korupsi, pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 220, Pasal 231, Pasal 421, Pasal 422, Pasal 429 atau Pasal 430 Kitab Undang-undang Hukum Pidana KUHP | paling singkat satu tahun dan paling lama enam tahun | paling sedikit rp 50.000.000 dan paling banyak rp. 300.000.000 | |
4 | 24 | Saksi yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 | paling lama tiga tahun | paling banyak Rp 150.000. 000 | |
3. Penyidikan, Penuntutan, dan Pemeriksaan Di Sidang Pengadilan
Diantara Ketentuan-ketentuannya adalah sebagai berikut :
a. Penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan dalam perkara tindak pidana korupsi harus didahulukan dari perkara lain guna penyelesaian secepatnya dilakukan berdasarkan hukum acara pidana yang berlaku, kecuali ditentukan lain
b. Dalam hal ditemukan tindak pidana korupsi yang sulit pembuktiannya, maka dapat dibentuk tim gabungan di bawah koordinasi Jaksa Agung.
c. Untuk kepentingan penyidikan, tersangka wajib memberikan keterangan tentang seluruh harta bendanya dan harta benda istri atau suami, anak, dan harta benda setiap orang atau korporasi yang diketahui dan atau yang diduga mempunyai hubungan dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan tersangka.
d. Untuk kepentingan penyidikan, penuntutan, atau pemeriksaan di sidang pengadilan, penyidik, penuntut umum, atau hakim berwenang meminta keterangan kepada bank tentang keadaan keuangan tersangka atau terdakwa
e. Penyidik, penuntut umum, atau hakim dapat meminta kepada bank untuk memblokir rekening simpanan milik tersangka atau terdakwa yang diduga hasil dari korupsi.
f. Penyidik berhak membuka, memeriksa, dan menyita surat dan kiriman melalui pos, telekomunikasi atau alat lainnya yang dicurigai mempunyai hubungan dengan perkara tindak pidana korupsi yang sedang diperiksa.
g. Dalam penyidikan dan pemeriksaan di sidang pengadilan, saksi dan orang lain yang bersangkutan dengan tindak pidana korupsi dilarang menyebut nama atau alamat pelapor, atau hal-hal lain yang memberikan kemungkinan dapat diketahuinya identitas pelapor.
h. Dalam hal penyidik menemukan dan berpendapat bahwa satu atau lebih unsur tindak pidana korupsi tidak terdapat cukup bukti, sedangkan secara nyata telah ada kerugian keuangan negara, maka penyidik segera menyerahkan berkas perkara hasil penyidikan tersebut kepada Jaksa Pengacara Negara untuk dilakukan gugatan perdata atau diserahkan kepada instansi yang dirugikan untuk mengajukan gugatan.
i. Dalam hak tersangka meninggal dunia pada saat dilakukan penyidikan atau pemeriksaan, sedangkan secara nyata telah ada kerugian keuangan negara, maka penyidik segera menyerahkan berkas perkara hasil penyidikan tersebut kepada Jaksa Pengacara Negara atau diserahkan kepada instansi yang dirugikan untuk dilakukan gugatan perdata terhadap ahli warisnya.
j. Setiap orang wajib memberi keterangan sebagai saksi atau ahli, kecuali ayah, ibu, kakek, nenek, saudara kandung, istri atau suami, anak, dan cucu dari terdakwa.
k. Orang yang dibebaskan sebagai saksi sebagaimana dimaksud dalam poin j, dapat diperiksa sebagai saksi apabila mereka menghendaki dan disetujui secara tegas oleh terdakwa.
l. Terdakwa mempunyai hak untuk membuktikan bahwa ia tidak melakukan tindak pidana korupsi.
m. Terdakwa wajib memberikan keterangan tentang seluruh harta bendanya dan harta benda istri atau suami, anak, dan harta benda setiap orang atau korporasi yang diduga mempunyai hubungan dengan perkara yang bersangkutan.
n. Dalam hal terdakwa telah dipanggil secara sah, dan tidak hadir di sidang pengadilan tanpa alasan yang sah, maka perkara dapat diperiksa dan diputus tanpa kehadirannya. Jaksa Agung mengkoordinasikan dan mengendalikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi yang dilakukan bersama-sama oleh orang yang tunduk pada Peradilan Umum dan Peradilan Militer.
4. Peran Serta Masyarakat
Masyarakat dapat berperan serta membantu upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi dengan cara :
a. hak mencari, memperoleh, dan memberikan informasi adanya dugaan telah terjadi tindak pidana korupsi;
b. hak untuk memperoleh pelayanan dalam mencari, memperoleh dan memberikan informasi adanya dugaan telah terjadi tindak pidana korupsi kepada penegak hukum yang menangani perkara tindak pidana korupsi;
c. hak menyampaikan saran dan pendapat secara bertanggung jawab kepada penegak hukum yang menangani perkara tindak pidana korupsi;
d. hak untuk memperoleh jawaban atas pertanyaan tentang laporannya yang diberikan kepada penegak hukum dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari;
e. hak untuk memperoleh perlindungan hukum
Pemerintah memberikan penghargaan kepada anggota masyarakat yang telah berjasa membantu upaya pencegahan, pemberantasan, atau pengungkapan tindak pidana korupsi.